Kisah
Tentang
Kita

Rintik hujan

Seishu, apa kamu ingat saat pertama kali semesta mempertemukan kita? Aku ingat persis saat itu cuaca di kota kita sangatlah buruk, kamu yang lupa membaca ramalan cuaca mau tak mau harus menunggu hingga hujan reda. Secara kebetulan, datanglah aku tanpa ragu menyapamu dan menawarkan tumpangan agar kamu bisa pulang dengan selamat. Tanpa ragu juga, kamu menerima tawaranku. Dan disinilah kita, berada pada jok motor yang sama dengan raincoat yang sama pula.

Mungkin saat itu semesta tidak terlalu memihak kita, motor yang tengah kita naiki tiba-tiba mogok. Maaf ya, bukannya mengantarmu pulang ke rumah dengan selamat, aku malah membuatmu harus mendorong motor bersamaku. Sesampainya di bengkel pun, aku masih heran sebenarnya apa yang terjadi pada motorku ini sehingga secara tiba-tiba mogok. Masih ingat tidak, bagaimana Montir bengkel itu menertawakan kita? Huh, dia benar-benar menjengkelkan bukan?

Sambil menunggu motorku yang tengah dibenarkan, aku berinisiatif untuk mentraktirmu makan di kedai burger terdekat. Karena masih memakai raincoat yang sama, kita jalan berdampingan denganku memegang tangan mungilmu. Disana, kita memesan dua burger dan dua cola. Kamu makan dengan sangat lahap, Seishu. Apa saat itu kamu begitu lapar? Karena terlalu sibuk memperhatikan bagaimana caramu makan, aku jadi lupa bahwa aku juga memesan makanan. Kita tidak banyak bicara saat itu.

Seusai makan, kita kembali ke bengkel. Hujan juga sudah reda, sehingga aku dapat mengantarmu ke rumah dengan aman. Kamu segera turun dari jok motor dan mengucapkan terima kasih kepadaku. Sedikit canggung karena kamu tidak kunjung memasuki rumah, akhirnya kamu memecah suasana dengan menanyakan siapa namaku. "Namaku Hajime Kokonoi, cukup panggil aku Koko ya." jawabku dengan jelas sambil tersenyum menatapmu.

Sepertinya saat itu semesta sedang iri, karena ia sudah tau bahwa kita pada akhirnya akan menjadi sepasang kekasih. Hujan kembali turun dengan derasnya, kamupun segera berlari menuju rumahmu. Saat itu aku membiarkan rintik-rintik hujan membasahiku dan motorku, kamu berlari dengan indah, sangat sayang untuk dilewatkan. "Aku belum tau namamu, siapa namamu?" teriakku secara spontan padamu. Jika kamu ingin tau, aku sampai sekarangpun belum tau mengapa saat itu aku sangat ingin mengetahui namamu.

Dengan indahnya, kamupun tersenyum dan ikut berteriak padaku, "Namaku Seishu Inui, panggil saja aku Inupi ya! Terima kasih sudah mau mengantarku pulang, Koko! Hati-hati di jalan, ya?".

Pertemuan yang indah bukan?

Menjadi kita

Hari itu, kamu terlihat sangatlah sebal. Jika ditanya tentang apa, saat itu kamu menjawab karena orang yang telah menyontek padamu mendapatkan peringkat yang lebih tinggi darimu. Aku terkekeh melihat muka kesal yang kamu buat, bibir yang mengerucut itu membuatmu tampak lebih menggemaskan, Seishu. Entah apa yang merasukiku saat itu, dengan spontannya aku mengatakan bahwa kamu terlihat sangat cantik. Kamu menyebutku membual, namun tidak, aku tidaklah membual. Siang itu, kamu tampak sangatlah indah.

Kamu mengalihkan pandanganmu, mungkin kamu terlalu malu untuk menatapku sekarang. Aku kembali terkekeh karena kamu tampak lebih menggemaskan sekarang, kamu memukul dadaku karena kesal aku menertawakanmu. Aku menghentikan tawaanku dan mengusap rambut halusmu, "Tidak, Seishu. Aku tidaklah membual. Di mataku, kamu selalu indah. Setiap hal yang kamu lakukan akan selalu tampak indah bagiku."

Kini, kamu menatapku dengan muka yang merah padam itu, tampak kesal dan segera memukul kecil dadaku. Ah, aku dapat bersumpah pada Tuhan bahwa kamulah makhluknya yang paling indah, paling cantik. Aku mengusap pipimu dengan pelan, kamu menunduk karena sedang menahan rasa malu.

"Seishu, jika sekarang aku menyatakan perasaanku padamu. Apa nanti kamu akan menerima perasaanku?"

Seishu, apa segitu terkejutnya kamu ketika mendengar ucapanku barusan? Reaksimu membuatku ikut kaget dan lebih gugup. Aku sendiri juga tidak mengerti mengapa hari itu aku begitu berani untuk mengungkapkan semuanya. Kamu menutup wajah merahmu dengan gemasnya, hatiku saat itu juga sedang meraung-raung melihat tingkah gemasmu.

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, aku kembali melanjutkan kalimatku. Kupegang tanganmu dengan erat, lalu kutatap matamu lembut. Tatapan seorang Koko yang sedang dimabuk cinta.

"Aku pikir aku menyukaimu, Seishu. Aku sangat menyukaimu sampai aku tidak tau harus dibagaimanakan lagi perasaan ini."

"Maukah kamu menjadi kekasihku, Seishu?"

Canggung, kata itu sudah sangatlah tepat untuk menggambarkan bagaimana situasi kita sekarang. Angin memang terasa lebih kuat di rooftop sekolah kita. Kamu masih menunduk menyembunyikan muka merahmu, dan aku disini yang masih setia menunggu agar dapat kembali melihat wajahmu. Kamu menarikku ke dalam pelukanmu, dapatku dengar dengan jelas detak jantungmu saat itu, Seishu. Dengan lembut kamu mengelus-elus rambutku.

"Biar detak jantungku yang membalas pertanyaanmu ya, Ko? Sekarang kamu sudah tau jawabannya."

"Aku juga menyukaimu, aku juga sangat menyukaimu, Koko. Aku ingin menjadi kekasihmu. Ayo bersama kita jalani hubungan ini ya?"

Aku menangkup pipimu dengan lembut, mengelusnya, dan menatap setiap inchi dari paras indahmu. Aku sudah sangat dimabok olehmu, Seishu. Akan terus kuingat hari ini sepanjang hidupku.

"Akhirnya aku dan kamu telah menjadi kita ya." bisikku tepat di telinga kananmu, aku peluk kamu dengan sangat erat dan tersenyum bahagia penuh syukur. Aku berhasil menaklukkan hatimu.

Surat kecil

Seishu, kamu tau bagaimana besar cintaku padamu, ya 'kan? Setelah semua senang sedih yang kita lewati bersama, rasa cinta ini kian tumbuh. Aku makin mencintaimu tiap hariku dan aku harap kamu juga merasakan perasaan yang sama. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Disinilah kita, Seishu. Selamat hari jadi yang pertama, manis.

Menjalin kisah denganmu itu sungguhlah indah, kamu dapat memegang kalimatku. Aku menikmati setiap detik yang aku lalui bersamamu. Setiap kamu tidak ada disisiku, dunia terasa sangatlah dingin dan aku tidak tau kemana lagi untuk bersandar. Kamulah penyelamatku dari dunia yang kejam ini, Seishu.

Aku sangatlah mencintaimu. Senang rasanya bisa menghabiskan banyak waktu denganmu selama setahun ini. Rasanya hidupku yang monokrom kembali lebih berwarna sejak kehadiran dirimu. Beribu-ribu syukur aku panjatkan kepada Tuhan karena masih mengizinkan kita bersama selama ini.

Maafkan aku karena belum bisa menjadi lelaki yang kamu harapkan, maaf karena aku tidak sesempurna lelaki di luar sana, dan mungkin seringkali kalimatku menyakiti hati kecilmu, maka dari itu aku akan sungguh-sungguh minta maaf disini. Maukah kamu memaafkan kekasih bodohmu ini, sayang?

Berjuta-juta bahkan miliaran kata terima kasih tidak akan cukup aku ucapkan kepadamu. Kamu telah mengubah hidupku yang tak terarah menjadi terarah, dan aku yakin betul bahwa hanya kamu yang bisa mengendalikanku. Terima kasih karena sudah mau menjadi kekasih manis seorang lelaki bodoh sepertiku, aku harap kamu tidak menyesali kisah yang telah kita pilih sekarang.

Sekali lagi, selamat hari jadi yang pertama, Seishu. Semoga kita dapat bertemu pada hari jadi yang kedua, ketiga, sampai ke-1000 nanti. Kuharap, surat kecil ini dapat tersampaikan dengan baik hingga dapat diterima hatimu.

Aku mencintaimu.

Lelakimu,
Hajime Kokonoi.